Saturday, 25 April 2015

MEMAHAMI BUDAYA DAN EFEKNYA TERHADAP ORGANISASI DALAM BISNIS INTERNASIONAL



MEMAHAMI BUDAYA DAN EFEKNYA TERHADAP ORGANISASI DALAM BISNIS INTERNASIONAL

Seberapa besar pun MNC yang beroperasi di suatu Negara, tentunya MNC tersebut seharusnya tidak mengabaikan keberadaan budaya setempat serta dampaknya terhadap lingkungan bisnis internasional. Jika MNCs mengabaikan budaya di Negara – Negara tempatnya beroperasi, maka cepat atau lambat MNC tersebut tidak akan bertahan lama dan tentunya dapat merugikan MNCs itu sendiri. Banyak riset (Deresky, 2006: p.82) menunjukkan bahwa banyak “kegagalan yang tidak perlu” (blunder) terjadi karena sebab – sebab kurangnya sensitivitas budaya (cultural sensitivity).
Ada pun yang dimaksud dengan sensitivitas budaya atau lebih dikenal dengan empati budaya (cultural empathy) adalah suatu kesadaran serta perhatian tulus atas budaya lain. Sensitifitas semacam itu membutuhkan suatu kemampuan untuk memahami perspektif dan sudut pandang orang lain yang hidup dalam system masyarakat yang juga berbeda.
Menurut Hofstede (1980), budaya (culture) dari suatu masyarakat (society) adalah sejumlah kesamaan (shared) pada nilai – nilai (values) yang melandasi perilaku bersama, asumsi – asumsi (assumptions) akan sebab – akibat, serta tujuan – tujuan (goals) bisnis yang dipelajari dari generasi sebelumnya, diterapkan oleh generasi sekarang, serta diturun – temurunkan kepadagenerasi berikutnya. Cara pandang yang sama ini menyebabkan adanya kesamaan dalam sikap – sikap, aturan – aturan pelaksanaan, serta ekspektasi yang secara tidak sadar (subconsciously) mengarahkan dan mengendalikan norma – norma perilaku.
Para manajer bisnis internasional yang ditempatkan pada anak perusahaan di Negara lain perlu mengetahui bahwa mereka akan berhadapan dengan perbedaan – perbedaan perilaku, baik yang kecil maupun yang besar, di antara individu dan kelompok di dalam organisasinya.
Deresky (2006: p.84) memetakan 4 variabel yang mempengaruhi perilaku kerja individu dan kelompok karyawan suatu organisasi:
1.      Sikap (attitudes)
a.       Pemaknaan terhadap kerja
b.      Penghargaan terhadap waktu
c.       Cara pandang materialisme
d.      Kebebasan individual yang dihargai
e.       Sikap terhadap perubahan
2.      Variabel Budaya (cultural variables)
a.       Nilai – nilai
b.      Norma – norma
c.       Keyakinan
3.      Variabel Nasional (national variables)
a.       Sistem ekonomi
b.      Sistem hukum
c.       Sistem politik
d.      Sutuasi fisik
e.       Kemampuan teknologi
4.      Variabel sosiobudaya
a.       Peran agama dankekuatan keyakinan
b.      Tingkat dan penghargaan terhadap pendidikan
c.       Tingkat penguasaan tata bahasa

Efek budaya pada fungsi – fungsi manajemen akan sangat terlihat ketika suatu pihak akan menerapkan nilai dan sistemnya sendiri kepada masyarakat lain, bahkan dalam suatu organisasinya. Perbedaan hingga pertentangan dapat timbul dari interaksi yang tidak dilandasi oleh pendekatan untuk saling memahami yang sering muncul dari sikap menilai masyarakat dari sudut pandangs endiri. Jika ini terjadi, maka hal ini dapat merugikan suatu organisasi itu sendiri. Pada akhirnya dapat memecah belah organisasi itu sendiri.
Cara mengukur serta menilai masyarakat lain yang secara tidak sadar menggunakan titik acu dari budaya sendiri disebut dengan criteria referen sidiri (self-reference criterion).

Langkah pertama bagi para manajer bisnis internasional untuk memahami budaya masyarakat lain adalah dengan pertama – tama memahami budaya sendiri. Setelah memahami budaya sendiri, maka langkah berikutnya bagi para manajer untuk membangun hubungan lintas budaya (Cross-cultural) secara efektif adalah mengembangkan sensitivitas budaya. Pada tahap kedua ini, para manajer tidak hanya memahami variable budaya berikute feknya pada perilaku kerja, tetapi perlu menghargai (appreciate) keragaman budaya (cultural diversity) serta sadar untuk mampu membangun hubungan kerja yang bina bangun (constructive relationship) di mana pun ditugaskan.

Waspodo, A. AWS. & Handaru, A. W. 2012. Bisnis Internasional. Sebuah pendekatan kultural. Jakarta: Mitra Wacana Media

Friday, 24 April 2015

RISIKO POLITIK DAN RISIKO EKONOMI DALAM BISNIS INTERNASIONAL



RISIKO POLITIK DAN RISIKO EKONOMI DALAM BISNIS INTERNASIONAL

Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan yang beroperasi di tingkat global tentu akan berbeda dengan perusahaan yang beroperasi hanya di dalam negeri atau beroperasi di tingkat domestik. Tantangan perusahaan yang beroperasi di tingkat global akan lebih rumit jika dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi di tingkat domestik. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan peraturan dan perbedaan lingkungan ekonomi di setiap Negara. Dengan adanya tantangan yang lebih rumit dalam bisnis ditingkat global, perlunya pengetahuan khusus bagi manajer internasional dalam memutuskan untuk beroperasi di tingkat global atau di suatu negara.
Dengan mengambil keputusan untuk beroperasi di suatu Negara, maka secara tidak sadar perusahaan tersebut perlu menyelidiki risiko politik (politic risk) yang mungkin terjadi serta dampak terhadap kinerja bisnis perusahaan. Yang dimaksud dengan risiko politik adalah tindakan pemerintah atau suatu kejadian bermotif politik yang dapat mempengaruhi profitabilitas dan nilai dari suatu perusahaan.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat mengancam keberadaan perusahaan yang beroperasi di Negara lain seperti nasionalisasi (nationalization) dan pengambil – alihan (expropriation). Yang dimaksud dengan nasionalisasi adalah suatu keadaan di mana pemerintah suatu Negara memaksa MNC (Multi-National Corporation) untuk dijual (forced sale) kepada pembeli dalam negeri atau pemilik modal lokal dengan menyisakan saham kepemilikan yang minim bagi MNC. Ada pun yang dimaksud dengan pengambil – alihan adalah pengambil – alihan suatu MNC oleh Negara di mana pembayaran kompensasi dinilai tidak memadai sebagai ganti rugi atas porsi aset asing yang awalnya dimiliki oleh MNC. Jika ganti rugi tidak diberikan sama sekali oleh Negara yang melakukan penyitaan maka tindakan tersebut dinamakan penyitaan (confiscation).
Shreeve (1984) menyusun daftar risiko politik yang paling sering menimpa MNC di dunia saat itu hingga sekarang:
1.      Expropriation atas aset perusahaan
2.      Forced Sale atas aset perusahaan di bawah nilai depresiasi
3.      Diskriminasi atas perusahaan asing melalui ketentuan hukum serta aturan perdagangan yang memihak Negara
4.      Hambatan dalam pengiriman balik (repatriation) dana milik MNC, baik yang berasal dari laba (profit) maupun modal (equity)
5.      Kehilangan hak milik atas teknologi serta kekayaan intelektual
6.      Campur tangan pemerintah atas keputusan – keputusan manajerial MNC
7.      Ketidakjujuran pejabat – pejabat pemerintah yang memutus perjanjian secara sepihak, pemerasan dengan berbagai dalih, serta dana pungutan tidak resmi

Untuk meminimalisir kerugian secara finansial yang akan terjadi pada MNC, maka perlu dilakukan penilaian (assessment) dalam atas risiko politik guna mengelola risiko kerentanan perusahaan. Terdapat ada dua cara dalam melakukan penilaian atas risiko politik yaitu:
1.      Menggunakan jasa pakar (experts) atau konsultan yang menguasai seluk – beluk perpolitikan di negeri atau zona tempat MNC beroperasi.
Seorang pakar dapat memberikan analisis terhadap kecenderungan pergolakan politik dalam negeri secara berkala, kemudian menjabarkan beberapa scenario yang dapat terjadi dengan segala konsekuensinya, lalu mendeskripsikan kondisi perpolitikan yang dapat terbentuk setelah gejolak politik tersebut berlalu.
2.      Membentuk serta mengembangkan staf internal maupun mempekerjakan pakar di dalam perusahaan MNC secara tetap.
Selain risiko politik, risiko ekonomi juga perlu menjadi perhatian khusus bagi MNC dalam melakukan operasinya di suatu Negara. Kemampuan suatu Negara dalam memenuhi kewajiban – kewajiban finansialnya merupakan tolak ukur terpenting risiko ekonomi Negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa Negara yang tidak dapat memenuhi kewajiban – kewajiban finansialnya yang tentunya dapat menyebabkan krisis di Negara tersebut. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan kerugian bagi MNC yang sedang beroperasi di Negara yang terkena krisis tersebut. Kerugian tersebut dapat terlihat dari menurunnya nilai perusahaan tersebut karena terjadinya penurunan profit. Pemerintahan di suatu Negara di mana tempat MNC beroperasi pun dapat turut mempengaruhi risiko ekonomi Negara tersebut jika secara mendadak mengubah kebijakan moneter serta kebijakan fiskalnya.
Waspodo, A. AWS. & Handaru, A. W. 2012. Bisnis Internasional. Sebuah pendekatan kultural. Jakarta: Mitra Wacana Media


RANGKUMAN PROFESI DALAM AKUNTANSI

RANGKUMAN PROFESI DALAM AKUNTANSI Akuntansi tidak hanya sebagai hitung – hitungan saja. Akuntansi selalu menyesuaikan berdasarkan bidan...