MEMAHAMI
BUDAYA DAN EFEKNYA TERHADAP ORGANISASI DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Seberapa besar pun MNC yang beroperasi di suatu
Negara, tentunya MNC tersebut seharusnya tidak mengabaikan keberadaan budaya setempat serta dampaknya terhadap lingkungan bisnis internasional. Jika MNCs mengabaikan budaya di Negara – Negara tempatnya beroperasi, maka cepat atau lambat MNC tersebut tidak akan bertahan lama dan tentunya dapat merugikan MNCs itu sendiri. Banyak riset (Deresky, 2006: p.82) menunjukkan bahwa banyak
“kegagalan yang tidak perlu”
(blunder) terjadi karena sebab
– sebab kurangnya sensitivitas budaya (cultural sensitivity).
Ada
pun yang dimaksud dengan sensitivitas budaya atau lebih dikenal dengan empati budaya (cultural empathy) adalah suatu kesadaran serta perhatian tulus atas budaya lain. Sensitifitas semacam itu membutuhkan suatu kemampuan untuk memahami perspektif dan sudut pandang
orang lain yang hidup dalam system masyarakat
yang juga berbeda.
Menurut Hofstede (1980), budaya (culture) dari suatu masyarakat (society) adalah sejumlah kesamaan (shared) pada nilai – nilai (values)
yang melandasi perilaku bersama, asumsi – asumsi (assumptions) akan sebab – akibat, serta tujuan – tujuan (goals) bisnis
yang dipelajari dari generasi sebelumnya,
diterapkan oleh generasi sekarang,
serta diturun – temurunkan kepadagenerasi berikutnya. Cara pandang yang sama ini menyebabkan adanya kesamaan dalam sikap
– sikap, aturan – aturan pelaksanaan,
serta ekspektasi yang secara tidak sadar (subconsciously) mengarahkan dan mengendalikan norma – norma perilaku.
Para
manajer bisnis internasional
yang ditempatkan pada anak perusahaan
di Negara lain perlu mengetahui bahwa mereka akan berhadapan dengan perbedaan
– perbedaan perilaku, baik
yang kecil maupun yang
besar, di antara individu dan kelompok
di dalam organisasinya.
Deresky
(2006: p.84) memetakan 4 variabel
yang mempengaruhi perilaku kerja individu dan kelompok karyawan suatu organisasi:
1. Sikap
(attitudes)
a. Pemaknaan terhadap kerja
b. Penghargaan terhadap waktu
c. Cara
pandang materialisme
d. Kebebasan
individual yang dihargai
e. Sikap terhadap perubahan
2. Variabel Budaya (cultural variables)
a. Nilai
– nilai
b. Norma
– norma
c. Keyakinan
3. Variabel Nasional (national variables)
a. Sistem ekonomi
b. Sistem hukum
c. Sistem politik
d. Sutuasi fisik
e. Kemampuan teknologi
4. Variabel sosiobudaya
a. Peran
agama dankekuatan keyakinan
b. Tingkat
dan penghargaan terhadap pendidikan
c. Tingkat
penguasaan tata bahasa
Efek budaya pada fungsi
– fungsi manajemen akan sangat terlihat ketika suatu pihak akan menerapkan nilai dan sistemnya sendiri kepada masyarakat lain,
bahkan dalam suatu organisasinya. Perbedaan hingga pertentangan dapat timbul dari interaksi
yang tidak dilandasi oleh pendekatan untuk saling memahami yang sering muncul dari sikap menilai masyarakat dari sudut pandangs endiri. Jika ini terjadi,
maka hal ini dapat merugikan suatu organisasi itu sendiri. Pada akhirnya dapat memecah belah organisasi itu sendiri.
Cara mengukur serta menilai masyarakat lain
yang secara tidak sadar menggunakan titik acu dari budaya sendiri disebut dengan criteria referen sidiri (self-reference
criterion).
Langkah pertama bagi para manajer bisnis internasional untuk memahami budaya masyarakat lain adalah dengan pertama
– tama memahami budaya sendiri. Setelah memahami budaya sendiri, maka langkah berikutnya bagi para manajer untuk membangun hubungan lintas budaya (Cross-cultural) secara efektif adalah mengembangkan sensitivitas budaya. Pada tahap kedua ini, para manajer tidak hanya memahami variable budaya berikute feknya pada perilaku kerja,
tetapi perlu menghargai (appreciate) keragaman budaya (cultural diversity) serta sadar untuk mampu membangun hubungan kerja
yang bina bangun (constructive
relationship) di mana pun ditugaskan.
Waspodo,
A. AWS. & Handaru, A. W.
2012. Bisnis Internasional. Sebuah pendekatan kultural. Jakarta: Mitra Wacana Media